Pernahkah kita membayangkan betapa kecewanya seorang anak yang datang ke sekolah dengan semangat, hanya untuk mengetahui bahwa guru yang ditunggunya tidak hadir? Bagi sebagian anak, sekolah bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga tempat bertemu dengan sosok panutan yang mereka hormati. Ketidakhadiran guru—terutama jika terjadi secara berulang tanpa kejelasan—bisa melahirkan rasa kecewa, kebingungan, bahkan kehilangan semangat belajar. Dan sayangnya, hal semacam ini masih terjadi di beberapa sekolah, di mana ketidakhadiran guru tidak selalu dibarengi dengan solusi pengganti yang memadai.
Tidak Sekadar Masalah Absensi
Ketika seorang guru tidak hadir tanpa pemberitahuan yang jelas dan tanpa pengganti, maka proses pembelajaran terganggu. Padahal, setiap hari dalam dunia pendidikan sangat berharga. Guru bukan sekadar datang untuk menyampaikan materi, tapi hadir secara utuh sebagai pendamping, inspirator, dan pengarah bagi peserta didik. Kehadiran guru menjadi energi tersendiri yang mampu menggerakkan semangat belajar anak.
Di sisi lain, ketidakhadiran guru seharusnya bisa ditutupi oleh guru lain sebagai bagian dari kerja sama tim. Namun, ini tidak bisa terjadi secara spontan tanpa adanya komunikasi yang baik. Dibutuhkan komunikasi terbuka dan sistem koordinasi yang terstruktur agar pembelajaran tetap bisa berlangsung meskipun ada guru yang berhalangan hadir.
“Kolaborasi bukan hanya tentang bekerja bersama, tapi tentang saling mengisi dan menguatkan demi tujuan yang lebih besar.” (Margaret J. Wheatley)
Dampak bagi Peserta Didik
Anak-anaklah yang paling terdampak. Ketika jam belajar kosong, bukan hanya materi yang tidak tersampaikan, tetapi juga semangat belajar mereka bisa hilang. Anak-anak menjadi korban dari kelalaian orang dewasa yang seharusnya menjaga hak mereka. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya. Ketika guru tidak hadir tanpa pengganti, hak itu pun terabaikan.
Kondisi ini juga bisa berdampak jangka panjang. Anak bisa kehilangan fondasi pembelajaran yang penting, apalagi jika yang absen adalah guru kelas atau guru mapel inti. Ini belum lagi jika absen terjadi berulang kali, akan tercipta kekosongan yang tidak mudah ditambal hanya dengan tugas atau remedial semata.
Peran Guru dalam Menjaga Amanah
Profesi guru adalah amanah yang besar. Guru bukan hanya mengajar, tetapi juga mendidik, membentuk karakter, dan menjadi teladan. Maka sudah semestinya guru menjaga integritas dan tanggung jawabnya. Kalaupun harus absen karena alasan mendesak—karena guru juga manusia—maka semestinya ada langkah antisipatif: memberitahu rekan kerja, menyiapkan materi pengganti, atau mengatur rotasi kelas.
“Jadilah guru yang hadir, bukan hanya dalam fisik, tapi dalam hati dan perhatian. Karena anak-anak belajar bukan hanya dari apa yang kita ajarkan, tapi dari bagaimana kita hadir.”
Mari kita jadikan ruang sekolah sebagai tempat yang terus hidup, meskipun ada satu dua kendala. Bangun komunikasi antarguru. Jadikan jadwal mengajar sebagai tanggung jawab bersama, bukan beban pribadi. Jika satu guru berhalangan, guru lain bisa menjadi penolong. Dan jika komunikasi dibangun dengan tulus, maka tidak akan ada rasa terbebani—karena semua demi satu tujuan: pendidikan anak-anak Indonesia.
Bagi kita para pendidik, mari renungkan:
Jika suatu hari kita tidak hadir di kelas, apakah anak-anak kita tetap mendapatkan haknya? Apakah sudah ada sistem yang menjamin pembelajaran tetap berjalan? Apakah rekan guru kita tahu dan bisa membantu? Jika jawabannya belum, maka saatnya kita memperbaiki.
“Anak-anak tidak bisa memilih siapa gurunya, tetapi kita bisa memilih untuk menjadi guru yang pantas mereka miliki.”
Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif. Mari saling menguatkan, saling menutupi, dan terus menjaga semangat bersama untuk masa depan anak-anak yang lebih baik. Jangan biarkan mereka kehilangan harapan hanya karena kita lalai menjalankan peran kita.
Posting Komentar